Direktur Eksekutif Centre for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi menyoroti pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung KCJB atau Whoosh memang sudah busuk sejak awal.
Uchok menyebut pernyataan itu aneh lantaran Luhut adalah Ketua Komite Proyek KCJB. Ucok menilai Luhut sedang panik alias kebakaran kumis lantaran muncul dugaan penggelembungan atau mark up biaya pembangunan KCJB.
"Mungkin karena muncul dugaan mark-up biaya pembangunan Kereta Whoosh, Luhut langsung bilang barang busuk. Seperti kebakaran kumis," ujarnya.
Saat memberikan keterangan, Minggu 19 Oktober 2025, Uchok menerangkan Luhut ditunjuk Jokowi menjadi Ketua Komite Proyek KCJB melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana KCJB.
Itulah sebabnya mantan Koordinator Advokasi dan investigasi Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) ini menilai Luhut seperti menampar air kena muka sendiri.
"Ini seperti menampar air kena muka sendiri," ucap Uchok.
Mantan aktivis mahasiswa 1998 ini pun mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jemput bola terkait dugaan mark up yang sulit ditutupi dari proyek KCJB yang digagas Jokowi sejak 2016-2023.
"Kita mendesak KPK usut itu potensi kerugian negara dari proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang nilai proyeknya sekitar 7,2 miliar dolar AS. Padahal semula, China mengajukan biaya 5,5 miliar dolar AS. Itu untuk apa saja? Sekarang yang nanggung utang kereta cepat, rakyat-rakyat juga lewat pajak," ungkapnya.
Sebelumnya Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh memang sudah bermasalah sejak awal. Bahkan saat berbicara di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis, 16 Oktober 2025, Luhut menyebut dirinya menerima proyek Whoosh sudah dalam kondisi busuk.
Mantan Menko Kemaritiman dan Investasi ini pihaknya bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah melakukan audit menyeluruh guna menyelamatkan proyek yang pembangunannya dilakukan oleh China itu.
“Saya yang dari awal mengerjakan itu, karena saya nerima sudah busuk itu barang. Lalu kita coba perbaiki, kita audit, BPKP ikut, kemudian kita berunding dengan China,” ujar Luhut.
Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh tengah menjadi sorotan. Hal ini setelah Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menolak membayar utang salah satu proyek kebanggaan mantan Presiden Jokowi itu menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Purbaya mengatakan tanggung jawab atas proyek hasil kerjasama dengan China itu sepenuhnya berada di tangan Danantara selaku badan yang menaungi seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Saat memberikan keterangan melalui video saat acara media gathering di Bogor, Jawa Barat, Jumat, 10 Oktober 2025, Purbaya mengatakan dengan deviden mencapai Rp80 triliun setahun seharusnya Danantara bisa mengelola sendiri dan tidak perlu campur tangan pemerintah.
“Kalau sudah dibuat Danantara, tentu mereka sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa Rp 80 triliun atau lebih. Harusnya mereka kelola dari situ, jangan ke kami lagi,” ujarnya.
Sorotan terhadap pembangunan Whoosh kian menjadi lantaran muncul dugaan penggelembungan atau mark up. Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan menyebut mark up proyek Whoosh telah membebani keuangan negara sangat berat.
Itulah sebabnya saat berbicara Sabtu, 18 Oktober 2025, Anthony meminta lembaga seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau BPKP harus segera melakukan audit.
"Untuk itu, auditor negara seperti BPK atau BPKP perlu melakukan audit proyek Kereta Whoosh. Karena menimbulkan beban keuangan yang begitu berat. Dan sekarang heboh di internal pemerintahan. Tapi kalau saya yakin ada yang tidak beres di proyek itu," katanya.
Anthony menuturkan biaya pembangunan Kereta Cepat Whoosh yang mencapai 7,27 miliar dolar AS atau setara Rp118,37 triliun (kurs Rp16.283/dolar AS), termasuk pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dolar AS terlalu mahal.
Dia membandingkan biaya pembangunan kereta cepat di China berada di kisaran 17 juta hingga 30 juta dolar AS per kilometer (km). Sedangkan biaya pembangunan Kereta Whoosh sekitar 52 juta dolar AS per km. Jika diasumsikan menggunakan nilai tengah biaya kereta cepat di China, 25 juta dolar AS per km maka biaya pembangunan Whoosh lebih mahal 27 juta dolar AS per km.
"Saya duga proyek Kereta Whoosh kemahalannya luar biasa, sekitar 40-50 persen dibanding biaya pembangunan kereta cepat di China. Tapi okelah, untuk membuktikannya, harus diaudit," kata Anthony.



