Ketika suhu ekstrem menjadi normal baru dan banjir datang bergantian dengan kekeringan, ini adalah bukti bahwa perubahan iklim bukan lagi soal masa depan—ia adalah wajah hari ini yang terus berubah. Laporan terbaru Frontiers 2025 dari Badan Lingkungan PBB (UNEP) membawa pesan penting: tantangan iklim semakin berlapis, melampaui isu-isu yang biasa kita dengar.
Salah satu sorotan utama adalah meningkatnya risiko kesehatan bagi kelompok lanjut usia. Sejak 1990-an, kematian akibat panas di kalangan lansia melonjak hingga 85 persen. Lansia dengan penyakit kronis dan keterbatasan fisik sangat rentan terhadap gelombang panas, polusi udara, dan banjir yang kini makin sering menghantam kota-kota besar, terutama di negara berkembang.
Menurut Kementerian Kesehatan, Indonesia saat ini sedang memasuki fase ageing population, yaitu proporsi penduduk lansia semakin meningkat. Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia pada 2023, hampir 12 persen atau sekitar 29 juta penduduk Indonesia masuk kategori lansia. Sehingga seharusnya sistem peringatan dini cuaca ekstrem bisa benar-benar diakses dan dipahami oleh para lansia, khususnya yang bermukin di lingkungan padat yang minim ruang hijau.
Laporan UNEP juga mengangkat isu yang selama ini nyaris tak terdengar: mencairnya permafrost (lapisan tanah beku permanen) di wilayah kutub yang membangkitkan kembali mikroorganisme purba. Mikroba yang tertidur selama ribuan tahun—bakteri, virus, jamur—bisa aktif kembali ketika lapisan es meleleh.
Beberapa mungkin berbahaya, memicu ketidakseimbangan ekosistem, atau bahkan menjadi ancaman kesehatan. Namun sebagian lain menyimpan potensi ilmiah besar bagi masa depan bioteknologi dan ilmu kedokteran. Sayangnya, jika pemanasan terus berlangsung tanpa kendali, banyak dari makhluk mikro ini akan lenyap sebelum sempat dipelajari.
Krisis iklim juga menantang cara manusia memandang infrastruktur lama. Bendungan yang dulu dibangun demi kesejahteraan, kini sebagian justru menjadi beban. Pengakuan atas kerusakan ekologis dan sosial yang disebabkan oleh bendungan semakin meningkat selama 30 tahun terakhir. Karena banyaknya bendungan besar, yang mencapai umur operasionalnya dan menjadi tidak aman, usang, atau tidak layak secara ekonomi, maka menghilangkan bendungan menjadi strategi yang disepakati untuk memulihkan kesehatan sungai.
Di berbagai negara, terutama Eropa dan Amerika Utara, ratusan bendungan tua yang tak lagi aman mulai dibongkar. Sungai-sungai dibiarkan mengalir kembali, dan kehidupan perlahan pulih karena aliran air mengalir bebas, ikan bermigrasi kembali, dan keanekaragaman hayati meningkat.
Di Indonesia, banyak bendungan dibangun sejak zaman Belanda yang pastinya kini menghadapi tantangan usia dan daya dukung lingkungan.
Ancaman berikutnya datang bukan dari masa depan, melainkan dari masa lalu. Zat kimia berbahaya—yang seharusnya sudah dilupakan—ternyata masih mengendap di dasar sungai dan danau. Ketika banjir datang, lumpur dan sedimen membawa naik racun-racun ini: pestisida, logam berat, senyawa sintetis yang dahulu digunakan tanpa kendali. Di Indonesia, tidak sedikit banjir yang terjadi di kawasan industri dan pesisir yang tergenang berulang kali. Sayangnya, respons kebijakan masih lebih sering berbasis proyek darurat ketimbang strategi pencegahan jangka panjang. Padahal perlu ada pendekatan baru—dari sistem drainase alami, ruang resapan air, hingga pemantauan lingkungan berbasis komunitas.
Judul laporan UNEP The Weight of Time - Facing a new age of challenges for people and ecosystems (Beban Waktu - Menghadapi era baru tantangan bagi manusia dan ekosistem) sangat tepat karena krisis hari ini adalah akumulasi dari keputusan masa lalu yang tak kunjung dibenahi. Namun di saat yang sama, waktu juga memberi peluang—untuk berbenah, memperbaiki arah, dan membangun kembali dunia yang lebih adil dan tangguh. Bukan hanya untuk generasi mendatang, tetapi juga untuk mereka yang hari ini diam-diam paling terdampak: para lansia yang berjalan perlahan di terik kota, nelayan yang kehilangan arah sungai, dan generasi muda yang dibesarkan di tengah ancaman yang bukan mereka penyebabnya.